Ucapan Selamat Natal dari Muslim, Bolehkah? – Boleh atau tidaknya seorang muslim mengucapkan ‘selamat natal’ untuk umat kristiani selalu menjadi topik hangat setiap tahunnya. Tidak beda dengan perayaan tahun baru masehi, valentine day, dll.
Lantas banyak yang bertanya bagaimana sikap terbaik kita, sebagai muslim, dalam menghadapi hal tersebut?
Untuk itu, saya merasa perlu untuk sedikit menyatakan sikap saya dengan menjelaskan tingkatan-tingkatan cinta dari seorang Muslim dan siapa saja yang berhak menerimanya secara berurut.
Kalau yang sudah tahu atau malas baca, diskip aja ke poin 5 langsung. Tapi lebih baik dibaca, sih … 🙂
Tingkatan-tingkatan Cinta Menurut Ibn Qayyim
Tingkatan-tingkatan cinta ini pernah dituliskan oleh Ibn Qayyim di salah satu bukunya.
1. Tatayyum
TIngkatan cinta yang pertama adalah tatayyum; yang berhak menerima cinta ini hanyalah Allah swt. saja. Tidak ada yang lain.
Inilah tingkatan cinta tertinggi. Sebagai seorang Muslim, cinta kepada Allah haruslah menjari prioritas paling utama sebab, tanpa mencintaiNya … kita ini siapa?
Allah itu pencemburu sampai-sampai Ust. Salim A. Fillah dalam bukunya menulis, “Cemburunya Allah lebih dahsyat dari cemburunya seorang suami yang melihat orang lain di antara kedua paha istrinya!”
Bagaimana mencintai Allah? Bertaqwa. Menjalankan setiap perintahnya dan menjauhi larangannya.
2. ‘Isyk (mesra)
Tingkatan cinta yang kedua adalah ‘Isyk; yang berhak menerima cinta ini adalah Rasulullah saw., kekasih kita yang telah sudi turun kembali ke langit dunia, bahkan setelah sampai di Sidratul Muntaha.
Dia yang telah mengajarkan kita adab-adab kepada sesama muslim, kepada sesame manusia, bahkan sampai ke hewan dan tumbuhan sekali pun.
Mogok makan kita kalau tak ada ‘si dia’. Kemana-mana harus bareng ‘si dia’. Kita harus bisa melatih cinta ini. Kita harus makan dengan -syari’at- Rasulullah; jalan-jalan dengan -syari’at- Rasulullah. Dan harus. Dan harus.
Bagaimana cara mencintai Rasulullah saw.? Menjalankan setiap sunnah-sunnahnya, bershalawat, dan mencintai pula ahlul bayt-nya.
3. Syauq (rindu)
Tingkatan cinta yang ketiga adalah syauq; yang berhak menerima cinta ini adalah sesama mukmin; cinta kepada orang-orang shaleh atau ‘ulama. Karena Nabi saw. pernah bersabda bahwa setiap mukmin itu adalah saudara, dan ‘ulama … adalah pewarisnya.
Jadi patut untuk kita sebagai seorang muslim untuk mencintai mereka. Mencintai orang-orang yang beriman.
4. Shahabah (ukhuwah Islamiyyah)
TIngkatan yang keempat adalah shahabah; yang berhak meneriman cinta ini dari kita adalah muslim secara keseluruhan secara lebih luas. Sebab, betapa banyak yang islam tapi belum melaksanakan tuntutan dan tuntunan yang ada di agama Islam.
Parameter atau batas seseorang dikatakan seorang muslim adalah telah sama-sama mengucapkan dua kalimat syahadat, tanpa melihat batas teritori.
SEKILAS INFO: Bagi Anda yang tertarik belajar trading, investasi, crypto, dll. bisa belajar sedikit-sedikit di sini. Ke depannya, kami akan sajikan informasi penting dan faktual seputar trading (forex, saham, crypto) ataupun investasi di instrumen saham, reksa dana, emas, dll. Selain itu akan ada tutorial pemaksimalan aplikasi trading dan investasi seperti Ajaib, Stockbit, Bibit, dan juga pemanfaatan bank digital seperti Sea Bank atau Bank Jago.
Mungkin saya juga termasuk. 🙂
5. ‘Ithf (simpati)
Tingkatan selanjutnya, yakni yang kelimat adalah ‘ithf; yang berhak menerima cinta ini adalah sesama manusia tanpa melihat ras, batas teritori, bahkan agama sekalipun.
Islam melalui Rasulullah saw. menjadi rahmat bagi semesta alam, bukan bagi muslim atau mukmin saja. Maka orang non-muslim juga berhak menerima simpati dari kita sebagai bukti bahwa kita adalah orang-orang yang ter-rahmati.
Di sinilah kemudian Allah swt. meletakkan kewajiban kita untuk berdakwah islamiyyah, yakni mengajak pada kebenaran Islam.
6. ‘Alaqah / Intifa (hubungan – ikatan biasa)
Tingkatan yang keenam adalah intifa; dan ini adalah serendah-rendahnya tingkatan cinta; yang berhak menerima cinta ini adalah materi.
Sebab kecintaan pada materi seringkali menggelincirkan dan menyesatkan kita dari mencintai Allah. Bahkan tidak jarang, cinta pada materi (misalnya uang) mengalahkan kecintaan pada Allah. Ini celaka.
Cintai materi seperlunya saja, sebab materi tidak akan dibawa mati. Kalau hilang, biarlah, jangan sampai melalaikan dari tugas yang sebenarnya menjadi inti dari penciptaan kita ke dunia, yakni beribadah kepada Allah swt.
Ucapan Natal dari Seorang Muslim?
Inilah inti dari tulisan ini. Saya berpihak pada mayoritas dan ‘ulama yang berpendapat bahwa mengucapkan ‘selamat natal’ itu dilarang dan bisa menggelincirkan aqidah.
Siapa saya menafsirkan secara serampangan dibandingkan mereka yang telah mengkaji, mengaji, membaca, dan merasa ter-tanggung jawabi menjaga umat?
Kenapa? Sebab dengan mengucapkan ‘selamat natal’, itu berarti kita, muslim, menyetujui kelahiran Nabi Isa as. dan penganggapannya sebagai anak Tuhan (atau Tuhan?).
Mengucapkan kata-kata tersebut hampir sama kasusnya ketika non-muslim mengucapkan syahadat. Kurang lebih begitu.
Nah, jadi sikap apa yang sebaiknya kita lakukan? Seperti yang ditulis di atas tadi, non-muslim juga berhak mendapatkan simpati dari kita, maka ucapan selamat natal yang paling aman adalah.
“Saya berbahagia atas perasaanmu yang bahagia.”
Sudah. Itu saja. Bagiku agamaku, bagimu agamamu. Kita saling bersimpati sesama manusia dan saling toleransi.
Kiranya itu saja, mohon maaf bila keliru. Mari menjadi manusia-manusia yang damai dan menghindari perdebatan, sebab saya tahu ada juga di sana yang tidak ambil pusing tentang apa yang diucapkan lisan, asal di dalam hati beriman.
Hanya saja, kita tidak hidup bersama orang-orang yang terbuka dan memahami secara dalam. Berpikirkan anti-mainstream, tapi bertindaklah mainstream. Gimana? Menjaga perasaan mereka yang tak setuju mengucapkan sehingga perdebatan sesama muslim bisa terhindarkan, tetapi juga menghargai mereka yang berbeda keyakinan dalam hal agama dengan mengucapkan kata-kata di atas. Semoga.
“Saya berbahagia atas perasaanmu yang bahagia.” Boleh juga. Soalnya saya kadang bingung, gimana nge-respon teman yang lagi merayakan, padahal mereka sering mengucapkan selamat ke saya. Boleh dicoba 😀
Monggo, mas. Buat kondisi-kondisi tertentu saja, apalagi kalau memang punya teman dekat yg non muslim, bukan buat sengaja mengucapkan di khalayak umum. he he