
Bahasa Isyarat Indonesia – Manusia berkomunikasi melalui media bernama bahasa, oleh karena itu bahasa merupakan sesuatu yang penting bagi kehidupan kita. Melalui bahasa, manusia satu bisa paham maksud yang diutarakan manusia lainnya.
Bahasa juga merupakan kunci ilmu pengetahuan, karena dengannya kita bisa mengetahui dan menguasai banyak hal lewat proses pertukaran informasi.
Seperti fungsi bahasa pada umumnya, bahasa isyarat untuk para penyandang tuna rungu juga tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-harinya. Mengapa? Karena mereka juga butuh berkomunikasi, selain itu juga dapat membantu perkembangan interaksi, kematangan sosial, dan kognitif penyandang tuna rungu.
Kognitif secara garis besar adalah sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan pemerolehan pengetahuan.
SIBI dan BISINDO

Di Indonesia terdapat dua bahasa isyarat yang digunakan, yakni Sistem Bahasa Isyarat Indonesia (SIBI) yang diciptakan oleh Alm. Anton WIdyatmoko seorang mantan kepala sekolah SLB/B (sekolah luar biasa khusus penyandang tuna rungu) di Jakarta dan Surabaya dan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO).
Tetapi amat disayangkan, SIBI yang kini resmi diakui pemerintah mempunyai sejarah yang kurang baik. Kemunculan SIBI ini ternyata tidak melewati persetujuan Gerakan Kesejahteraan Tuna rungu Indonesia (GERKATIN) bahkan dilibatkan untuk musyawarah pun tidak.

Ini artinya, SIBI tidak sesuai dengan aspirasi dan nurani para penyandang tuna rungu. Apalagi SIBI dibuat untuk
SIBI
Kamus Sistem Bahasa Isyarat Indonesia (kamus SIBI) diterbitkan oleh pemerintah dan disebarluaskan melalui sekolah-sekolah. Khususnya ke SLB/B sejak tahun 2001.
SIBI hanya bisa digunakan sebagai bahasa isyarat di sekolah saja, tidak digunakan sebagai media komunikasi sehari-hari. Ini karena kosakata dalam SIBI dibuat hanya dengan mengubah Bahasa Indonesia lisan menjadi bahasa isyarat.

Artinya terlalu baku dengan tata bahasa kalimat Bahasa Indonesia yang membuat penyandang tuna rungu kesulitan untuk berkomunikasi. Tidak hanya itu, kosakata bahasa isyarat yang dipakai banyak mengambil dari Bahasa Isyarat Amerika.
Kata-kata berhomonim (kata yang memiliki makna berbeda tetapi lafal atau ejaannya sama – Wikipedia) dalam SIBI, diisyaratkan dalam satu gerakan yang sama. Kata-kata berimbuhan pun diterjemahkan lengkap dengan imbuhan-imbuhannya. Tentu ini menyulitkan para penyandang tuna rungu.
Misalnya saja kata pengangguran diisyaratkan dengan tiga gerakan.
Gerakan ke-1: pe
Gerakan ke-2: anggur
Gerakan ke-3: an
Padahal buah anggur tidak ada kaitannya sama sekali dengan pengangguran. Anggur itu buah, sementara pengangguran berarti orang yang tidak punya pekerjaan.
Atau perasaan, menggunakan isyarat untuk imbuhan ‘pe’, kemudian isyarat untuk ‘rasa’, dan terakhir isyarat untuk imbuhan ‘an’.

Isyarat yang terlalu ribet itu membuat penyandang tuna rungu tidak pernah istiqomah memakainya dalam percakapan sehari-hari. Seperti halnya dalam kata perjalanan. Iya, bila satu kata ‘perjalanan’ saja diubah ke dalam bahasa isyarat menghasilkan 3 gerakan seperti yang dicontohkan di atas …
… tetapi ketika dihubungkan dalam satu kalimat, misalnya, “Mobil itu sedang dalam perjalanan ke sini.” Kata perjalanan tidak diisyaratkan dengan tiga gerakan per-jalan-nan, tetapi memakai dua jari yang mengisyaratkan manusia sedang berjalan.
Ini tentu menjadi kebingungan tersendiri bagi beberapa penyandang tuna rungu. Banyak dari mereka yang kemudian mengartikan bahasa isyarat tersebut dengan tafsiran yang salah; yang mereka tangkap adalah mobil berjalan seperti orang berjalan, bukan dengan menggunakan roda.

SEKILAS INFO: Bagi Anda yang tertarik belajar trading, investasi, crypto, dll. bisa belajar sedikit-sedikit di sini. Ke depannya, kami akan sajikan informasi penting dan faktual seputar trading (forex, saham, crypto) ataupun investasi di instrumen saham, reksa dana, emas, dll. Selain itu akan ada tutorial pemaksimalan aplikasi trading dan investasi seperti Ajaib, Stockbit, Bibit, dan juga pemanfaatan bank digital seperti Sea Bank atau Bank Jago.
Guru SLB/B di Indonesia sampai saat ini masih banyak yang mengajar dengan menggunakan SIBI dan bahasa bibir atau oral kepada siswanya. Dampak penggunaan SIBI bagi siswa penyandang tuna rungu adalah tidak maksimalnya mereka menangkap informasi, bahkan tidak jarang menjadi salah paham dengan informasi yang disampaikan.
Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan, bagaimana dengan anak tuna rungu yang belum pernah mengenal Bahasa Indonesia?
Proses menghubungkan SIBI dengan Bahasa Indonesia tidak berjalan lancar karena anak-anak belum mengetahui tata Bahasa Indonesia. Di sinilah SIBI gagal sebagai media komunikasi untuk penyandang tuna rungu.
Tetapi sebagai bangsa yang beradab, kita tetap patut untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya pada Alm. Bapak Anton WIdyatmoko yang telah berusaha memfasilitasi kebutuhan penyandang tuna rungu.
Hal ini tentu sesuai dengan Pasal 24 ayat 3 Konvensi Hak Penyandang Disabilitas Perserikatan Bangsa Bangsa bahwa Negara-negara harus mengambil langkah-langkah yang layak, termasuk memfasilitasi pembelajaran bahasa isyarat dan pemajuan identitas linguistik masyarakat tuli.
Gerakan Kesejahteraan Tuna rungu Indonesia (GERKATIN) kemudian memperjuangkan bahasa isyarat yang alami serta sesuai dengan nurani para penyandang tuna rungu di Indonesia. Yang terpenting adalah BISINDO dapat digunakan dalam pergaulan sehari-hari tanpa ribet.
Penyandang tuna rungu lebih nyaman menggunakan BISINDO karena tadi, kepraktisan dan kecepatannya membuat mereka lebih cepat memahami maksud dari isyarat yang dilontarkan orang lain meskipun dalam hal tata bahasa, tidak mengikuti aturan Bahasa Indonesia seperti SIBI.
BISINDO
Tetapi kehadiran BISINDO mendatangkan problem baru. Dualisme bahasa isyarat yang dianut penyandang tuna rungu di Indonesia menyulitkan mereka untuk berkomunikasi secara ‘pas’. Maksudnya, mereka bingung menggunakan bahasa isyarat yang akan dipakai untuk berkomunikasi.
Melihat tidak sedikit penyandang tuna rungu yang kesulitan menggunakan SIBI, secara alami mereka akan menggunakan BISINDO sebagai alat komunikasi sehari-hari.
Namun harus kita ketahui, keberadaan BISINDO, dinukil dari selasar, belum diakui pemerintah sebagai bahasa isyarat yang ‘memasyarakat’ di kalangan penyandang tuna rungu. Kurang lebih selama 33 tahun sejak BISINDO diperkenalkan.
Entah apa yang menjadi pertimbangan pemerintah dalam hal ini. Padahal sudah jelas, dalam beberapa faktor, SIBI tidak didukung oleh kaum yang memakainya. Seperti tadi disebutkan di atas, lahirnya SIBI tidak melibatkan penyandang tuna rungu sama sekali.
Selain itu, faktor kepraktisan menjadi alasan kedua.

Sekarang, tidak perlu menggugat sejarah yang terjadi. Secara sadar, mari kita kembali bela hak-hak penyandang tuna rungu di negeri ini. Sebab mereka sama-sama Warga Negara Indonesia yang harus mendapatkan perhatian dari pemerintah.
SIBI tidak perlu disalah-salahkan, sebab di sekolah-sekolah …, khususnya SLB/B, masih digunakan sebagai bahasa komunikasi dalam pendidikan.
Fokus kita adalah bagaimana Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) dapat digunakan oleh penyandang tuna rungu dengan tanpa paksaan untuk melakukan komunikasi sehari-hari di lingkungan sosialnya masing-masing.
Meskipun, mungkin, di antara pembaca sekalian bukan tuna rungu, kita bisa mempelajari BISINDO karena lebih praktis dipelajari daripada SIBI.
Kita juga patut untuk terus mendukung GERKATIN dalam menyosialisasikan BISINDO di Indonesia, agar masyarakat umum tahu bahasa isyarat yang cocok digunakan untuk berkomunikasi dengan kaum tuna rungu.
Harapannya memang, semakin banyak orang yang tahu dan bisa menggunakan Bahasa Isyarat Indonesia, sehingga BISINDO, yang kemudian menjadi bahasa isyarat alami Indonesia tidak menghilang eksistensinya.
Mari untuk terus berdo’a agar pemerintah mengakui keberadaan BISINDO.
Aku tuh penasaran sbnrnya mau banget belajar bahasa isyarat ini… awalnya karena penasaran waktu dulu acara2 berita di TV kan masih ada orang yg ksh bhs isyarat di kotak kecil bawah .. itu kayaknya cepet banget gerakannya mengikuti si pembawa berita acara.. di situ aku jd penasaran sbnrnya bahasa isyarat ini per kata ada isyaratnya sendiri ya.. ? Salut lah utk guru2 yang mahir menggunakan bhs ini dan mengajarkan murid2nya yang tuna rungu :).
kalau di SIBI iya, mbak. Tapi kalau di BISINDO lebih ke ‘bagaimana komunikasi itu nyambung dan gampang dimengerti’ he he
CMIIW
Bisa belajar di mana ya?